Mimpi Musim Dingin.

Ravenhart's
4 min readJun 12, 2024

--

Songfic Inspired, Winter Sleep by IU.

Sudah seribu hari sejak saat itu, ya?

Guguran kristal es menghinggapi jendela, menutup akses sinar jingga penguasa langit untuk menyinari ruang peristirahatan. Laki-laki dewasa itu terlelap dengan nyaman dalam peraduan sempit, terlindung hangat dengan kain tebal yang membungkus tubuh ringkihnya.

ㅤㅤㅤㅤㅤ

“Shhttt … jangan ribut, nanti dia bangun.”

“Gapapa dong? Kan hari ini spesial harusnya dia bangun!”

“Kalian kalo masih ribut aku tendang keluar.”

ㅤㅤㅤㅤㅤ

Tiap jengkal ruangan persegi itu dihias sedemikian rupa, sebab hari ini adalah hari kelahiran dari laki-laki yang tengah terlelap nyaman di atas dipan itu. Senyum menghiasi wajah tiap-tiap orang yang menempelkan pita serta rumbai-rumbai berwarna keemasan, anak-anak meniup balon warna-warni sebagai pelengkap, semua mereka kerjakan dengan setenang mungkin, takut-takut mengganggu tidur yang terkasih.

Di sudut ruangan sana, satu pria dewasa lainnya menatap lekat sang terkasih dengan pandangan tajam, tangannya yang memegang sebuah jam bundar titanium menonjolkan buku-buku jari karena genggamannya yang menguat.

“Kalau kamu terus memandang dia dengan tatapan seperti itu, kepalanya akan segera berlubang. Tatapan kamu benar-benar terasa nembus tau!”

Helaan napas pria itu keluarkan setelah ditegur oleh gadis manis yang tengah memegang sebuah kue berukuran sedang dengan banyak toping strawberry di atasnya.

“Aku hanyaー”

“Merindukannya bukan? Sama, kita semua merindukan dia, jadi buatlah dirimu berguna sebelum waktunya tiba, jangan hanya berdiam diri seperti patung saja, bodoh!” Setelahnya gadis itu memilih untuk mendekat ke arah sang terkasih, mengambil sebuah meja makan dengan kaki yang dapat ditancapkan pada pinggiran tempat tidur, memasangkan meja itu lalu meletakkan kue di atasnya.

Selesai dengan tugasnya, gadis itu menyempatkan diri untuk mengusap rambut hitam legam milik lelaki yang sedang terlelap, rambut itu kian memanjang seiring berjalannya waktu. Sekelibat ingatan menghampiri dirinya, mengingat bagaimana dahulu harinya berjalan dengan senyum indah dari yang terkasih.

ㅤㅤㅤㅤㅤ

“Gini aja masa ga bisa, payah ah!”

Bagaimana sang terkasih sering kali mengulurkan tangan padanya tanpa diminta, merengkuhnya dalam kasih kala dingin menghampiri, sungguh bagai puisi musim panas di tengah musim dingin.

ㅤㅤㅤㅤㅤ

“HAHAHAHA … astaga bukan begitu caranya, lihat bagaimana aku melakukannya.”

Bagaimana dia menghampiri sang gadis dengan tawa yang mengudara, mengajarkan banyak hal, menamakan kasih tanpa batas. Ya, dia yang mengasihi kala dunia menghakimi.

ㅤㅤㅤㅤㅤ

“Terimakasih … kita sama-sama berjuang, ya?”

Dan bagaimana, dirinya menyelamatkan dan terselamatkan saat janji terucap namun ‘tak dapat tergenapi, maaf, dan terima kasih.

Detik berganti menit, menit berganti jam, tepat pada angka ke dua belas jarum panjang dan pendek jam bulat titanium itu terhenti, sebuah nyala lilin hidup, nyala lilin di atas sebuah kue putih dengan banyak taburan strawberry.

Mereka menutup mata, menyerukan permohonan dengan lantang di dalam hati mereka, terkecuali laki-laki dewasa yang kembali menatap sang terkasih dengan tatapan tajam. Pandangannya kian mengabur, jantungnya berdegup dengan kencang seakan dapat meledak saat itu juga.

Denting bunyi yang dihasilkan oleh Elektrokardiograf setidaknya dapat sedikit menenangkan laki-laki itu, mengingatkan nya bahwa sang terkasih masih ada, dan akan tetap ada bersama dengan dirinya dan yang lain walau sedang di dalam tidur yang lelap.

Puluhan pertanyaan terlintas kala mata tajamnya menatap pada wajah damai sang terkasih.

Apa yang sedang kamu impikan?

Apakah di sana jauh lebih indah?

Hey, aku membawakan kamu banyak sekali buku, musim dingin ketiga ini akan segera berakhir apa kamu tidak ingin melihat awal musim semi?

Saat terbangun nanti, maukah kamu ceritakan apa yang kamu mimpikan?

ㅤㅤㅤㅤㅤ

Tangannya ia bawa 'tuk genggam erat tangan pucat yang semakin mengurus, diusapnya punggung tangan itu, seakan ingin mengirimkan rasa hangat di tengah musim dingin yang menyengat, menutup matanya dan kembali lagi memanjatkan harap setinggi mungkin akan kehidupan sang terkasih yang akan membaik.

Setelah harap-harap itu diarungkan ke atas langit, berharap dijamah oleh yang berkuasa, lantas mereka mulai memotong kue itu lalu memakannya, memisahkan beberapa potong untuk yang terkasih, takut-takut dia akan terbangun dan menginginkannya.

“Aku kangen, kakak masih capek banget, ya?” Sosok remaja laki-laki tengah memainkan ujung selimut pembungkus tubuh sang terkasih menatap kakaknya terbaring dengan begitu tenang, hatinya merasa sakit, sungguh sakit, sang penyelamat terbaring lemah tanpa bisa dirinya berbuat apapun.

Bahkan segala hal sudah ia coba, namun mungkin sang kakak jauh lebih lelah dari yang ia ketahui. Ia merindu, bagaimana kepalanya diusap sayang saat ibunya bahkan mengutuk dirinya, kakaknya adalah yang paling dia kasihi, sang terkasih yang tidak akan pernah ia serahkan pada kepasrahan.

“Seratus, seribu, berapa banyak lagi yang harus terlewat? Berapa lama lagi waktu yang harus ku tunggu? Beri tahu aku agar aku dapat terus menunggumu.”

ㅤㅤㅤㅤㅤ

Dia yang gagal, dia yang berhasil, dia yang menyelamatkan, dan dia yang gugur. Tertelan dalam mimpi indah tanpa ujung, membasuh segala luka menganga berharap terhapus dan menghilang. Menjelajahi dunia sempurna abadi, hingga lupa akan kepulangannya yang dinanti.

ㅤㅤㅤㅤㅤ

“Beritahu aku berapa lama lagi? ….”

ㅤㅤㅤ

image from pinterest

--

--

Ravenhart's
Ravenhart's

Written by Ravenhart's

Sedikit goresan dari pemohon kedamaian pada sang Semesta.

No responses yet