Yang Terbaik Bagimu, Ayah.

Waktu itu ayah masih sangat muda ternyata.
“Lan, serius lo mau adopsi dia jadi anak lo?” Sebuah pertanyaan dilontarkan pada sosok rupawan yang tengah menggendong seorang balita berusia empat tahun, mata elangnya memandang lembut wajah balita yang tengah terlelap nyenyak dalam dekapannya.
“Serius, dari awal gue lihat, memang udah ada niat untuk bawa pulang anak ini.”
“Bro, bahkan lo belum genap menginjak umur dua puluh tahun, masih berstatus sebagai mahasiswa baru, dan sekarang lo mau nanggung beban sebesar ini? Lo yakin lo mampu untuk ngurus dia?” Mengabaikan pertanyaan resah nan khawatir dari sang kawan, laki-laki dewasa itu mengusap lembut rambut anak yang sebentar lagi akan sah menjadi putra kecilnya.
“Gue yakin anak ini bakal bawa rezeki untuk gue, entah sesulit apapun nanti gue bakal tetap bawa dia. Karena semua anak yang ada di dunia ini berhak untuk mendapat kasih sayang dari orang tuanya, jadi kalau papa dan mama anak ini menolak kehadiran malaikat kecil di antara mereka, gue dengan senang hati akan membawa malaikat kecil itu untuk gue jaga,” ucap Nolan pada temannya dengan senyum tulus.
Dua tahun kemudian ….
“YAYAHHH PENSIL GAMBAR ROBOT ADEK HILANG!!” Sebuah teriakan melengking khas anak-anak menghiasi pagi hari yang cerah di sebuah rumah sederhana dengan dua kamar tidur, satu ruang tamu, dapur, dan satu kamar mandi.
“Coba lihat di atas meja ruang tengah, dek. Kemarin kamu nemenin ayah sambil belajar di depan, kamu lupa naro itu kayaknya.” Sahut sang ayah tenang sembari menata dua piring berisi nasi putih dengan nugget sebagai lauk sarapan baginya dan sang anak.
Suara langkah kaki kecil yang sedang berlarian menuju dapur membuat ayah muda itu menghela napas pelan, anaknya sungguh sangat aktif dan sedikit nakal membuat dirinya cukup khawatir saat membiarkannya berjalan sendiri, karena bisa saja anak itu menendang atau menyenggol sesuatu yang dapat membuatnya terluka.
“Selamat pagi, ayah!” Anak kecil dengan balutan seragam sekolah dasar itu menyapa ayahnya yang sudah terduduk rapih dengan balutan seragam kerja yang sudah sangat anak itu hapal.
“Pagi juga, adek. Gimana udah ketemu pensilnya?”
“Huum! Udah ketemu, ada di meja itu ternyata heheheh …,” ucap sang anak sembari tertawa pelan membuat sang ayah hanya dapat menggelengkan kepalanya sudah terlampau hapal dengan perilaku anaknya yang gampang sekali lupa dalam hal meletakkan barang.
Pernah suatu ketika anaknya itu menangis hebat karena mainan pesawat kesayangannya hilang entah pergi kemana padahal seingat dia putra kesayangannya ini jarang sekali membawa mainannya keluar, katanya karena tidak ingin mainan yang dibelikan ayahnya terkena tanah kotor atau rusak karena kenalan anak-anak tetangga.
Pada saat itu dia yang baru menjadi seorang ayah muda kelimpungan untuk menenangkan tangis sang anak, akhirnya dengan tenaga yang masih tersisa dirinya mencari mainan yang menjadi sumber tangis sang anak. Seluruh sudut rumah ia telusuri hingga sampai pada kamar sang anak, di sana, di atas lemari baju putranya tergeletak sebuah mainan pesawat dengan coretan spidol yang bertuliskan Immanuel, nama dari sang anak. Setelahnya ayah muda itu dengan rutin selalu merapihkan mainan sang anak, takut hal yang sama akan terjadi lagi dan membuatnya kembali kelimpungan.
“Ayah! Yayah mah kebiasaan tiba-tiba diem, tiba-tiba bengong, ayo makannn adek sebentar lagi telat ini.” Rungutan menggemaskan dari sang putra membuyarkan lamunan Nolan tentang kejadian satu tahun lalu.
“Hahaha, iya adek, maafin ayah ya? Ayo kita berdoa dulu baru makan.” Dengan segera Nolan memimpin doa makan untuknya dan sang putra, lalu setelahnya mereka menikmati sarapan dengan tenang sebelum Nolan mengantar Immanuel ke sekolahnya dan berangkat ke kantor sebelum kuliah di sore harinya nanti.
Begitu lah keseharian Nolan seorang ayah muda yang memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usianya yang terbilang masih sangat muda. Tidak mudah memang apalagi saat ini Nolan sudah berada pada semester akhir menuju kelulusan dan harus tetap kerja untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan sang anak.
Apa lagi mengingat Immanuel tipe anak cerdas dengan ribuan tingkah lakunya yang unik, anak yang cukup ribut dan tidak bisa diam, ada saja hal-hal yang dia lakukan membuat Nolan sering kali menghela napas akan tingkah sang anak.
Namun bukan berarti Immanuel menjadi sebuah beban untuk dirinya, malah sebaliknya dia sangat amat bersyukur mengambil langkah untuk mengadopsi anak itu. Pernah suatu malam saat sang anak meminta izin untuk tidur lebih dahulu, dirinya mendapati sang putra sedang bersimpuh dengan kedua tangan kecil yang saling bertautan, anaknya sedang berdoa sebelum tidur sebuah rutinitas yang memang dirinya ajarkan sejak dulu pada putra kecilnya.
Dalam diam Nolan memperhatikan bagaimana putranya memanjatkan doa, hingga sebuah kalimat terlontar dari bibir kecil sang putra, sebuah harap kecil yang membuat hatinya menghangat, “Tuhan, Nuel ingin ayah selalu bahagia, tolong jangan kasih ayah menangis, ya? Ayah baik sekali, sayang sama Nuel, selalu bilang Nuel hebat, Nuel sayang sekali sama ayah. Nuel janji akan jadi anak baik yang selalu patuh sama ayah juga Tuhan, agar ayah selalu tersenyum, aminn ….”
Enam tahun kemudian ….
Seorang anak memandang potret kelulusan sang ayah yang terpajang apik di atas meja tua di ruang tengah rumahnya dengan senyum manis yang mengembang, di dalam potret itu terdapat dirinya yang masih kanak-kanak direngkuh erat dalam dekap hangat sang ayah dengan topi toga kelulusan yang dipasangkan pada kepala kecilnya.
Ternyata sudah sejauh itu waktu berlalu, dirinya masih sangat ingat bagaimana pertama kali ia menginjakkan kaki di rumah hangat ini, di mana pertama kali dirinya mampu memanggil seseorang dengan sebutan ayah, bagaimana dirinya merasa disayang juga dilindungi dengan sebegitu hebatnya.
Teringat bagaimana dirinya dipeluk dan dimanja, indah hari-harinya setelah sang ayah hadir di tengah sepi yang dirasakan pada saat kecil dahulu, dimana sosok menyedihkan dirinya masih mencari-cari keberadaan orang tua yang entah ada di mana kala itu.
Tiap-tiap malam diisi dengan dekap hangat, dongeng indah serta tutur lembut segala harapan, yang inginkan dirinya menjadi terbaik bagi sang ayah. Dirinya dijaga dengan sebegitu hebatnya sang ayah memastikan tiada satupun hal yang dapat melukai dirinya.
Tak pernah sedikitpun dirinya merasa berbeda dari semua anak yang memiliki ayah, walau dirinya tau betul, bawah dia bukan anak kandung dari sang ayah. Lamunannya terhenti mendengar alarm dari ponselnya yang sudah menunjukkan pukul enam malam berbunyi.
Dengan sigap Immanuel membuka ponselnya lalu mematikan alarm tersebut, di sana tepatnya pada lockscreen milik laki-laki yang beranjak remaja itu sebuah pengingat kecil bertuliskan. 20 April, ulang tahun ayah, jangan sampai lupa!
Kini menit-menit berlalu, Immanuel, menatap jam dinding dengan seksama sebentar lagi sang ayah akan pulang dari tempatnya berkerja, dengan sigap dirinya berlari ke arah dapur lalu mengambil kue yang sebelumnya ia buat dengan bantuan temannya. Immanuel membawa kue itu menuju ruang tamu, untuk menunggu kedatangan sang ayah.
Tak lama setelahnya suara pintu yang dibuka terdengar, dengan senyum yang mengembang lebar Immanuel mengangkat kue dengan lilin yang sudah hidup, dirinya berdiri di depan pintu sembari mengangkat kue sejajar dengan dadanya. Begitu pintu terbuka lebar Immanuel langsung berteriak dengan lantang.
“SELAMAT ULANG TAHUN AYAH!!” Wajah terkejut milik sang ayah mampu membuat Immanuel tertawa lepas, dengan segera dirinya mendekati sang ayah lalu menyodorkan kue di hadapan sang ayah.
“Ayo berdoa habis itu tiup lilinnya ayah!” Dengan senyum yang mengembang Nolan menutup mata dan memanjatkan doa, setelahnya dia meniup lilin itu yang langsung disambut heboh oleh sang putra.
“Sekali lagi selamat ulang tahun Superayah!” Tawa mengalun lembut dari belah bibirnya, 'tak menyangka hari kelahiran dirinya yang bahkan terlupa oleh dirinya sendiri akan dirayakan oleh putra kesayangannya.
“Terimakasih jagoan ayah,” ucapnya dengan tulus.
“Eitss belum selesai, adek mau nyanyi sesuatu dulu untuk ayah sambil nyuapin kue ini ke ayah. Jadi ayah duduk dulu oke!” Dengan segera Immanuel meletakkan kue itu di atas meja, lalu berlari menuju dapur mengambil pisau kue juga sebuah piring berserta sendok kecil, sedangkan Nolan duduk memperhatikan apa yang akan anak pintar nya ini lakukan untuk dirinya.
Lalu dengan perlahan, Immanuel memotong kue itu diiringi sebuah lagu yang ia nyanyikan.
Teringat masa kecilku, kau peluk dan kau manja ….
Indahnya saat itu, buatku melambung di sisimu terngiang hangat napas segar harum tubuhmu ….
Satu suapan kecil Immanuel berikan pada Nolan, yang langsung disambut baik oleh ayahnya.
Kau tuturkan segala mimpi-mimpi serta harapanmu ….
Kau ingin ku menjadi, yang terbaik bagimu
Patuhi perintah mu ….
Setelah memakan satu suapan itu Immanuel meletakkan kembali piring kecil itu ke atas meja, lalu kemudian bersimpuh di depan sang ayah sembari menggenggam kedua tangan kasar ayahnya yang selama ini sudah berkerja dengan keras.
Jauhkan godaan yang mungkin kulakukan
Dalam waktu ku beranjak dewasa ….
Jangan sampai membuatku terbelenggu, jatuh, dan terinjak ….
Dirinya terus bernyanyi sembari menatap ayahnya, tanpa sadar air mata Nolan sedikit demi sedikit turun membasahi pipinya.
Tuhan, tolonglah sampaikan sejuta sayangku untuknya …
Ku t’rus berjanji takkan khianati pintanya …
Dengan senyum manis Immanuel mengusap air mata sang ayah sembari menggelengkan kepala, meminta sang ayah untuk tidak menangis di hari kelahirannya ini.
Ayah, dengarlah betapa sesungguhnya ku mencintaimu ….
'Kan ku buktikan ku mampu penuhi maumu ….
Dengan segera Nolan memeluk putranya dengan erat, mengusap kepalanya dengan lembut, dirinya baru menyadari tubuh putranya kini sudah semakin membesar, putranya tumbuh dengan baik.
Sedangkan Immanuel memeluk balik tubuh sang ayah dengan senyum yang merekah lebar, dirinya selalu mengucap syukur atas hadiah yang Tuhan berikan kepada dirinya, yaitu sang ayah.
“Ayah kebanggaan adek, semoga bahagia selalu menyertai ayah, adek mau ayah menjadi orang paling bahagia di dunia ini. Jangan takut ya, adek akan selalu ada untuk peluk ayah kalau suatu saat ayah lelah, ayah adek pengen semua yang terbaik untuk, ayah. Sekali lagi selamat ulang tahun ya superayahnya, Nuel.”

